Selasa, 04 September 2012

                  Lagu Ilir-ilir & Maknanya    


Ilir-ilir
ilir-ilir tandurane wus sumilir
Dak ijo royo-royo
Daksengguh penganten anyar
Cah angon penekna blimbing kuwi
Lunyu-lunyu penekna kanggo musuh dodotira
Dodotira-dodotira kumitir bedhahing pinggir
Domana jlumantana kanggo seba mengko sore
Mumpung jembar kalangane
Mumupung gedhe rembulane
Ya suraka-surak hore!

Ilir-ilir tanaman padinya mulai tumbuh
tampak kehijau-hijauan
seperti manten baru
Penggembala panjatkan blimbing itu
Meskipun licin panjatkan untuk mencuci dodot
dodot ini hampir sobek bagian tepinya
sulamlah dan jahitlah agar dapat untuk mengahadapi nanti sore
kesempatan masih luas
mumpung rembulan sedang purnama
soraklah sorak hore! 

     Lagu sakral itu menunjukkan tumbuhnya keyakinan manusia kepada Tuhan. Keyakina yang tumbuh subur dan berkembang terus dalam diri manusia diibaratkan seperti pengantin baru. Pengantin baru jelas membutuhkan bimbingan dari cah angon, yaitu para pinisepuh. Begitu pula keyakinan manusia, sedikit demi sedikit dibutuhkan arahan dan bimbingan dari pimpinan.
     Pimpinan adalah penggembala (cah angon) yang wajib menunjukkan lima hal, seperti dilukiskan dalam lima sisi blimbing. Lima hal itu dalam keyakinan masyarakat Jawa disebut panca maya, yaitu nafsu manusia yang terdiri dari lima macam, yaitu: amarah, aluamah, supiah, mutmainah, dan mulhimah. Jika manusia dapat menguasai lima nafsu ini, kelak akan dapat membasuh dodot. Maksudnya akan bersih dari dosa, atau menjadi manusia suci (manungsa sejati).
     Patut diakui bahwa dosa-dosa manusia adalah ibarat dodot yang telah robek di pinggirnya, karena itu untuk menjadi manusia sempurna harus berupaya keras untuk menambal dodot. Artinya, mumpung masih banyak kesempatan, kesucian batin harus terus diupayakan, karena akan menjadi bekal untuk seba (menghadap) Tuhan. Manakala bekal ini dapat diraih, kelak ketika manunggal dengan Tuhan akan sorak hore (mendapatkan anugerah), berupa balasan amal perbuatan (Suwardi Endraswara, 2003:178).